Memaknai Badai Perceraian ( Part 2)

Asian man showing his shocked wife eviction notice
Asian man showing his shocked wife eviction notice
Asian man showing his shocked wife eviction notice

Perceraian yang dialami seseorang seringkali menimbulkan dampak negatif bagi pasangan yang mengalaminya, maupun keluarga yang terlibat. Namun tidak sedikit pula perceraian yang justru menghadirkan kebahagiaan pada pihak yang mengalaminya. Tentunya hal ini terjadi melalui proses tertentu. 

Perceraian menjadi permasalahan perlu diperhatikan di tingkat daerah maupun tingkat nasional. Banyak keluarga yang terkena permasalahan cerai. Akibat yang tidak dikehendaki muncul dari kasus perceraian. Mulai dari kekerasan kecil hingga kekerasan berat yang mengakibatkan seseorang terkena hokum penjara. Permusuhan dan pertikaian antar keluarga. Anak anak yang terlantar karena perceraian. Dalam rumah tangga permasalahan selalu ada dan apabila tidak bias diselesaikan akan mengekibatkan terjadinya perceraian.

Jika seseorang memutuskan untuk bercerai dari pasangannya, apakah berarti dia tidak dapat memperoleh kebahagiaan? Ataukah justru dengan bercerai ia memperoleh kebahagiaan yang selama ini tidak ia dapat dalam pernikahannya? Pertanyaan-pertanyaan ini yang kemudian mendorong untuk mengungkap adakah kebahagiaan yang diperoleh seseorang dengan perceraian yang ‘terpaksa’ ia jalani, tidak mungkin Allah SWT membolehkan perceraian kecuali di dalamnya terdapat hikmah yang dapat dipetik.  

Secara kultural, ada penilaian bahwa perkawinan dinilai sebagai takdir dan menjadi sumber pemenuhan bagi perempuan; sebuah berkah untuk berumah tangga secara bersama, bertanggung jawab bersama, dan ketidakluasan bagi laki-laki. Bagi sebagian masyarakat, perkawinan pada hakikatnya adalah kesetaraan hubungan antara suami dan isteri. Adapun perkawinan secara kelembagaan memberikan wewenang, kebebasan, dan kewajiban kepada suami untuk bergerak di luar rumah. Perkawinan menggabungkan konsep mengenai wewenang laki-laki dengan kekuatan laki-laki secara fisik dan seksual, bahkan memberi mandat bahwa isteri harus selalu mengalah, bergantung pada suami, menghambakan diri, dan pada dasarnya istri bertugas menyelesaikan urusan rumah tangga. Pandangan ini tentu mengarahkan perempuan pada posisi yang saling bertolak belakang. Pada satu sisi, istri menjadi individu yang mandiri dan memiliki nilai tawar, sedangkan pada sisi lainnya istri sebagai individu pasif dan bahkan cenderung menjadi dirugikan.

Perceraian mengakibatkan kesepian dalam hidup, karena kehilangan patner hidup yang mantap, karena setiap orang tentunya mempunyai cita-cita supaya mendapatkan patner hidup yang abadi. Jika patner yang diharapkan itu hilang akan menimbulkan kegoncangan, seakan-akan hidup tidak bermanfaat lagi, karena tiada tempat untuk mencurahkan dan mengadu masalah-masalah untuk dipecahkan bersama. Jika kesepian ini tidak segera diatasi aakan menimbulkan tekanan batin, merasa rendah diri, dan merasatidak mempunyai harga diri lagi. 

Menurut Mitchell (1992) setelah bercerai dan menjadi janda akan merasakan trauma, penyesalan, kecewa, sakit hati, kesepian, marah, sedih, kehilangan dan berbagai perasaan buruk lainnya. Kemudian tergantung bagaimana strategi yang diambil untuk mengatasi perasaan tersebut. . Perempuan dan laki laki yang bercerai dan berubah status menjadi janda, duda mengalami perasaan senang, lega, bingung, bahagia, berat berpisah, tidak ada teman curhat, sedih, sakit hati, minder dan malu.

Referensi : 

Mitchell, A. 1992. Psikologi Populer: Dilema Perceraian. Terjemahan oleh B. Joesoef. Jakarta: Arcan.

Rye, Mark S. 2015. The divorce recovery workbook : how to heal from anger, hurt, and resentment and build the life you want. Crystal Dea Moore. Aokland ; New Harbinger Publications, Inc.

Ribuan wanita dan pria single di SatukanCinta mencari sahabat, teman kencan, atau bahkan pasangan hidup. Bisa jadi Andalah yang ditunggu-tunggu!

Cari Teman Kencan dan Jodoh Wanita di SatukanCinta

Similar Posts