Memproposionalkan Kesetaraan Cinta
Keluarga adalah pilar dasar bagi berkembang majunya masyarakat. Keluarga selayaknya menjadi fokus pengembangan yang jauh lebih baik karena Islam memandang bahwa sesungguhnya keluarga adalah pondasi bagi masyarakat (Qordhawi, 2006).
Masa pra pembentukan perkawinan yakni tatkala individu dalam pencarian patner pasangan kehidupannya, seorang pria mencari siapa yang akan ia jadikan sebagai pilar keluarganya dan seorang wanita memilih siapa yang akan ia nobatkan sebagai nahkoda mahligai pernikahannya. seorang pemangku jabatan nahkoda. Inilah makna hakiki dari syarikatul hayah (pasangan kehidupan), yang tulus menjadi sayap suami dalam keadaan apapun kelak. Bersungguh-sungguh menjadi pilar kapal keluarga hingga sang suami mampu berfokus pada memandu mahligai tersebut berlayar dengan berani menuju dermaga cita cita keluarga dunia-akhirat.
Bayangkan saja, jika nahkoda hanya bekerja sendiri. Mampukah ia mengerjakan semua tugas sekaligus agar kapal dapat berlayar dimulai dari kestabilan bahan bakar, kebersihan kapal hingga terjaga dari kerusakan atau kebocoran, hingga melayani kebutuhan diri sendiri sebagai nahkoda yang h arus selalu memegang pengendali panel di ruang control dalam satu waktu ¿ begitu sangat penting keberadaan sang pilar keluarga demi kestabilan mahligai kapal ini dapat berlayar dengan aman. Nahkoda dan sang pilar adalah harmonisasi yang tak dapat terelakan.
Tak ada yang namanya satu perkara berada diatas perkara lain dalam frase pra nikah. Proses yang ditempuh seorang pria dalam pencarian sang pilar keluarga yang akan dibangun olehnya sama pentingnya dengan proses seorang wanita menentukan pilihan pada nahkoda mahligai keluarga yang akan menjadi pemimpin transportasi seumur hidupnya dalam mengaruhi setiap perjalanan. Oleh karena itu dalam Al Quran sangat jelas Allah sampaikan dalam firmannya bahwa satu sama lainnya hendaklah mempertimbangkan agama dan akhlaknya dalam memilih pasangannya.
Hukum islam pula menganjurkan topik kesepadanan diantara sang wanita dan pria menjadi pertimbangan dalam memilih pasangannya. ( QS 43 : 32) Fiqh menyebutnya sebagai istilah Kaffah (kesepadanan) yang memiliki makna kesetaraan antara calon pasangan suami-istri dalam aspek tertentu sebagai upaya untuk menjaga kehormatan keduanya. ( kemenag, 2017). Kondisi tertentu yang dimaksudkan tersebut yang dimaknai oleh para ulama klasik dengan definisi kondisi fisik dan agama. Beberapa ulama lainnya seperti imam hanbali, syafii, serta hanafi berpendapat aspek tersebut mencakup keturunan, kemerdekaan dan pekerjaan serta gelar pendidikan.
Para ulama klasik juga menekankan bahwa konsep tersebut diperlukan bukan hanya menjaga kemashlahatan pihak perempuan tetapi juga menjaga kehormatan keluarga besar kedua pihak. Seiring berjalannya waktu, konsep kesepadanan pun cenderung didiskusikan dalam kerangka memfasilitasi kelangsungan ikatan pernikahan kedua mempelai ketimbang karena menjaga status sosial keluarga.
Ribuan wanita dan pria single di SatukanCinta mencari sahabat, teman kencan, atau bahkan pasangan hidup. Bisa jadi Andalah yang ditunggu-tunggu!